Tradisi Memberi Makan Leluhur, Hidup Jadi Makmur?
Kanekabe.com – Memberi makan leluhur, salah satu tradisi turun menurun yang sudah mendarah daging dan menjadi kegiatan rutin disetiap petingatan atau hari agung. Prosesi memberi persembahan tak luput dari lingkungan sekitar yang masih diyakini oleh segilintir masyarakat pada era modernisasi. Menjadi salah satu kebudayaan nenek moyang yang harus lestari, berdampingan dengan kehidupan yang serba teknologi. Tentu membuat banyak presepsi dan kubu yang mengikuti, timbul apatis dan sikap kritis yang bertentangan antar kaum minoritas maupun mayoritas. Sesajen memiliki makna dan nilainya sendiri bagi masyarakat, baik antar daerah hingga lingkup keluarga nenek moyang yang terikat, semuanya memiliki kepercayaan dan nilai yang beragam akan persepsinya. Jangan heran ritual memberi sesajen juga diartikan sebagai bentuk amanah, meskipun pada intinya sajen dipercaya untuk mencari berkah.
Tentu sajen tak bisa terhindar dari pemikiran mistis karena kepercayaan lama yang dianggap tak realistis. Berprasangka dan percaya nenek moyang atau roh leluhur sedang menikmati hidangan atau sajen yang telah dibuat guna mendapat sesuatu yang ingin didapat. Bagi kalangan masyarakat sekarang yang hidup berdampingan dengan teknologi tentu melihatnya sebagai suatu hal tak masuk akal manusiawi, dikaitkan dengan adanya pikiran logika atau reaksi kimia yang ada. Suatu pikiran yang akan terus di sanggah dan rasa tak percaya akan terus dirasa, berbeda apabila dengan kalangan masyarakat yang mempercayainya. Kalangan masyarakat dengan rasa percaya kepada nenek moyang akan merasa suatu hal yang dapat diterima nalar dan hal yang wajar, hidangan yang disajikan akan berkurang dengan alasan leluhur akan menikmati layaknya di kehidupan menyantap ringan dan perlahan.
Kepercayaan nenek moyang yang melekat juga masih dilakukan oleh Sriwulan, wanita kelahiran 1944 yang masih sangat erat dengan kebiasaan memberi sajian/sajen. Kopi, teh dan air gula sebagai sajian wedang, untuk sajian berat yang terdapat nasi disertai aneka ragam masakan atau lauk dan terdapat apem sebagai ciri khas. Tak lupa bunga kenanga dengan bentuk menjuntai disertai mawar putih sebagai simbol bunga we wangi yang disukai. Sriwulan sendiri menyebutnya bukan sebagai sajen tetapi ‘cawisan/sandingan’ menyuguhkan pada leluhur sajian yang disukai semasa hidup duniawi. Nyata atau bukan sajian yang disuguhkan benar adanya dinikmati oleh para leluhur, terlihat dari berkurangnya sajian minuman. Dimana mula nya cangkir terisi penuh selang setelah didoakan dan ditinggal berkurang meninggalkan bekas jejak air saat terisi penuh,tak heran apabila masyarakat nenek moyang mempercayaiya dan muncul adanya stigma mitis dikemasnya.
Terlepas dari semua hal tersebut, sajen merupakan tradisi dari nenek moyang dimana memiliki refleksi simbol pesan dan nilai budaya yang harus dilestarikan. Adapun simbol makna di setiap sajian:
- Kopi Hitam
Suguhan air minum yang pasti selalu ada ialah kopi, dengan simbolis nenek moyang merasa dihargai dan dihormati. Bukan tanpa alasan mengapa kopi menjadi suguhan wajib saat prosesi, menjadi favorit wedang di zaman dahulu membuat leluhur diibaratkan merasa kembali pulang untuk sementara waktu. Tentu kejadian ini menjadikan para leluhur merasa diingat sehingga merasa terhormat.
- Bunga
Menjadi barang yang essensial dan paling menonjol saat memberikan sajian kepada leluhur ialah bunga. Masyarakat jawa sendiri mempercayai bahwasanya wangi menjadi energi spiritual, sehingga sering dijadikan sandingan pelengkap saat ritual. Selain itu, dalam filosifi lain dari bunga yaitu memiliki simbol ataupun harapan yang diberkahi oleh leluhur yang menjadi harapan dan keinginan dari yang memberi sajen.
3. Beras
Menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia sejak dulu kala, menjadi alasan mengapa olahan beras yaitu nasi menjadi sajian wajib untuk suguhan sandingan. Tak hanya sebagai makanan pokok, tetapi nasi juga memiliki simbol dari kehidupan manusia.
- Apem
Salah satu kue yang memiliki hubungan erat dengan tradisi orang jawa, tak heran apem jadi suguhan disetiap acara. Kue ini juga dianggap menjadi kue kebesaran, bentuk bulat, memiliki makna sebagai sarana penghubung dengan tuhan. Namun tak sebatas itu, simbol apem juga melambangkan kesederhanan yang terlihat dari bahan, proses pembuatan yang terbilang mudah.
Selain sajian wajib diatas, sajen atau sandingan yang disuguhkan tergantung pada maknan kesukaaan leluhur semasa hidup. Pada intinya kebudayaan menyuguhkan sajen atau sandingan merupakan suatu budaya masyarakat dalam sarana pendekatan spiritual agar lebih dekat dengan sang pencipta, secara lebih bermakna dan sakral. Mempercayai juga bahwasanya kegiatan tersebut memiliki guna atau feedback di kehidupan dunia dam memiliki makna yang bersifat turun temurun atau berkelanjutan sebagai syarat menjaga nilai leluhur di masyarakat yang mempercayainya.
Gimana nih temankane, beragam bukan kebudayaan leluhur yang berbau magis dan spiritual yang masih melekat, pansaran kan apalagi nih kebudayaan leluhur yang kita punya? yukk tetap pantengin berita-berita dari kanekabe ya temankane…
setelah kesimpulan diberi satu kalimat ajakan komentar, pertanyaan ke pembaca, dsb