Orem-Orem Sebagai Manifestasi yang Hilang Jati Diri
Kanekabe.com, Malang – Orem-orem sebagai Identitas Kota Malang asli, namun anehnya penjualnya dapat dihitung jari. Yap mungkin dari temankane sebagian ada yang pernah mendengar, sudah mengenal atau bahkan masih asing dengan kuliner khas yang satu ini. Kuliner khas Malang yang berbahan dasar kuah kuning tempe ini seringkali masyarakat beranggapan mirip dengan masakan lain, seperti lodeh, kari dan lontong sayur. Padahal pada penyajiannya berbeda nih temankane, dalam satu porsi Orem-orem terdiri dari potongan ketupat, toge, lalu disiram kuah santan, di dalam kuahnya terdapat irisan tempe yang melimpah. Lalu ada taburan bawang goreng dan tambahan kecap diakhir penyajiannya. Bisa dibayangkan terlihat lezat bukan, untuk masing-masing tempat yang menyajikan Orem-orem khas Malang satu ini pastinya menyediakan lauk pendukung yang beragam. “Kalau disini hanya ada tambahan lauk telur asin dan ayam aja mbak,” Ujar Alex salah satu pemilik warung Orem-orem di Malang.
Fakta Orem-Orem Khas Malang
Fakta unik nih temankane, ternyata dahulu sebelum warung-warung sekarang berdiri sendiri menjual Orem-orem, kita hanya bisa menemukan makanan satu ini di acara hajatan pernikahan dan syukuran di masyarakat Kota Malang saja. Bukan tak beralasan mengapa dahulu makanan Orem-orem dimasak ataupun hanya untuk sekedar dibisniskan atau dinikmati seperti biasa. Hal ini karena sajian Orem-orem diartikan sebagai wujud syukur terhadap rezeki yang didapatkan oleh masyarakat Kota Malang. Dahulu masyarakat beranggapan bahwasanya hidup tak hanya terus mengejar materi duniawi, tapi seimbang hubungannya dengan Tuhan yaitu tetap mengucap syukur. Melalui sajian Orem-orem inilah khususnya warga Malang dapat memaknai sebuah kehidupan, sehingga menjadikan sajian ini sebagai manifestasi atas rasa syukur. Salah satu alasan mengapa Orem-orem ini dijadikan sebagai ucapan syukur, karena bahan dasar yang menggunakan tempe. Seperti kita ketahui nih temankane Kota Malang sebagai penghasil tempe terenak dibanding kota yang lain, lalu untuk bahan bakarnya yaitu menggunakan arang dan bumbunya menggunakan hasil lokal Kota Malang pada saat itu.
Ketupat Khas Orem-orem
Satu lagi alasan yang menjadikan orem-orem sebagai bentuk manifestasi yaitu dari ketupatnya, Sinergi dari ketupatnya sendiri memiliki eksistensinya penuh makna. Apalagi untuk Orem-orem yang menonjol pada ketupatnya menggunakan janur empat dan bentuknya yang lebih besar dari biasanya kita temui di Hari Raya. Membahas mengenai ketupat, dimulai dari sisi luar yaitu simpul anyamannya. Simpul anyaman ketupat itu saling bersilang dan terlihat rumit tersebut, diartikan sebagai simbol beragamnya kesalahan/dosa yang dilakukan manusia selama hidupnya. Namun setelah ketupat dibuka yang terlihat nasi putih yang mencerminkan kesucian hati setelah memohon ampunan atas segala kesalahan. Untuk filosofis makan ketupat dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengendalikan nafsu duniawi agar senantiasa sesuai dengan tuntunan Tuhan. Ulasan diatas menjadi alasan kuat mengapa Orem-orem tak hanya sajian kuliner semata, namun memiliki makna yang mendalam dan memang diperuntukan untuk ucapan syukur.
Pengunjung Setia
Lalu untuk alasan mengapa sajian satu ini jarang ditemui padahal bisa dikatakan Orem-orem menjadi identitas dari Kota Malang. Bisa dibilang membangun makanan Orem-Orem ini susah-susah gampang. Gampangnya karena saingan yang sedikit, susah nya dalam proses pembuatan ketupat yang rumit dan harus resep penerus. “Susah mbak bikin orem-orem itu, biasanya ga ada yang ngelanjutin, mangkanya yang jual dikit. Buat ketupatnya juga susah gak kayak ketupat Hari Raya yang pake satu janur, kalau Orem-Orem ini pake empat janur,” Ujar Alex pemilik Orem-Orem Arema. Pembuatan ketupat yang sulit dan tidak adanya penerus resep terdahulu menjadi alasan kuat kenapa rumah makan Orem-orem dapat dihitung jari di Kota Malang. Proses pembuatan ketupat nya bisa memakan waktu hingga tujuh jam dan bahan bakar yang digunakan masih menggunakan arang, itulah kenapa citarasanya masih tetap oriental.
“Saya sudah sejak tahun 1996, saat masih kuliah tau Orem-Orem ini. Orem-Orem itu makanan ringan menurut saya, jadi kalau untuk mengisi perut kosong itu cocok dan pas gitu ga terlalu berat,” tutur Adharto pengunjung tempat makan Orem-orem Arema. Penikmat Orem-orem sendiri didominasi oleh pelanggan lama, atau bisa dibilang generasi terdahulu yaitu kisaran generasi X dan Y. Menurut Alex pemilik Orem-Orem Arema, mengatakan bahwasanya pelanggan penikmat Orem-orem banyak yang sudah tua dan memang pelanggan tetap dari generasi pertama. Tapi jangan salah nih temankane, generasi sekarang juga tak kalah peminatnya untuk mencicipi kuliner satu ini. “Habis pulang ngampus, mau kulineran sama teman-temen gitu. Terus aku ajak kesini soalnya inikan juga makanan khas Malang dan udah lama juga bukanya, dulu waktu kecil sering kesini,” Ujar Afla pengunjung Orem-Orem Arema, Mahasiswa ITN Kota Malang.
Gimana nih temankane sudah tertarik mencoba kuliner otentik khas Malang yang satu ini? Buruan coba ya, agar warisan budaya makanan satu ini tak makin punah!