kanekabe.com

Nyethe, Seni Melukis Ampas Kopi Jadi Jati Diri Masyarakat Tulungagung

Nyethe, Seni Melukis Ampas Kopi Jadi Jati Diri Masyarakat Tulungagung

Nyethe, melukis menggunakan ampas kopi. Jadi kegiatan khas yang kerap dilakukan oleh Warga Tulungagung (Gambar : semuthitampemenang.blogspot.co.id)

Kanekabe.com – Mengingat kian maraknya perkopian disekitar temankane nih, rasanya kopi dan manusia jadi komponen yang tidak bisa terpisahkan.   kita telusuri lebih jauh, kopi sendiri memiliki manfaat yang baik loh, jika tak dikonsumsi secara berlebihan. Ada suatu budaya, yang mana budaya ini cukup lekat dengan seni, rokok dan kopi. Budaya ini berasal dari salah satu daerah di Jawa Timur yang letaknya berada di pesisir pantai selatan, tepatnya berada di Kota Tulungagung. Selain dijuluki dengan kota marmer, nyatanya Kota Tulungagung sendiri kerap dijuluki sebagai Kota Cethe. Cethe memiliki arti ampas kopi. Nyethe dikenal dengan kegiatan yang melibatkan rokok dan kopi. Kegiatan ngopi memang sudah menjadi hal yang lazim pada kalangan masyarakat dari berbagai daerah, t yang membedakan kegiatan ngopi di Tulungagung berbeda, dikarenakan mayoritas masyarakat Tulungagung selalu diiringi dengan kegiatan nyethe. Nyethe merupakan kegiatan seni melukis atau membatik yang mana menggunakan cethe (ampas kopi) hijau atau hitam sebagai bahan untuk melukis pada batang rokok, hal ini dilakukan guna menambah cita rasa pada rokok. Perlu diperhatikan kembali, karena tak semua ampas kopi hijau atau hitam dapat dijadikan sebagai media melukis cethe, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah dari segi kekentalan racikan kopi serta buliran kopi menjadi resep utamanya. Uniknya ada sebagian orang yang menambahkan susu kental sebagai campuran adonannya.

 

Sejarah Cethe

Jika diulik kembali mengenai sejarahnya, cethe berawal mula dari para petani pada tahun 1980-an. Ada beberapa sumber lain seperti timesindonesia.com yang menyatakan bahwasannya teknik lukis yang serupa dengan cethe sudah ada sejak pada tahun 1930-an di Kabupaten Rembang, dengan sebutan sedulit. Mengutip pada jurnal Pembentukan Identitas Masyarakat Tulungagung Melalui Hibraditas Budaya Cethe (Studi Kasus Tentang Hibriditas Budaya Cethe Di Kabupaten Tulungagung), karya Agung Dwi Pambudi, yang menyatakan kebiasaan ini berawal mula dari para petani yang kala itu setelah bekerja dari sawah selalu melipir ke warung untuk sekedar untuk menikmati kopi dan rokok bersama para petani yang lain, bercengkrama bersama mengenai hal-hal yang meliputi pertanian mereka. Sesekali para petani mengolesi rokok mereka menggunakan endapan kopi yang ada pada cawan yang digunakan guna menambah rasa agar lebih nikmat saat dihisap. Hal yang membedakan cethe pada masa itu terletak pada kopinya, kala itu kopi yang digunakan masih bertekstur kasar. Namun, lama-kelamaan dengan seiring berkembangnya zaman, saat ini ampas kopi yang digunakan untuk nyethe bertekstur halus hingga memungkinkan untuk dibuat beragam motif.

Budaya Nyethe dari Waktu ke Waktu

Lambat laun, kegiatan nyethe menjadi kegiatan seni melukis. Ampas kopi tersebut dioleskan menggunakan lidi atau tusuk gigi sebagai media lukisnya, guna menciptakan suatu gambar ataupun motif gambar. Motif yang dilukis pun juga bermacam-macam seperti tulisan, tokoh pewayangan, batik sulur, serta bunga. Berawal mula sebagai entitas rasa nikmat dalam sebatang rokok, kian cethe menjalar pada dunia kreatifitas. Berdasarkan pada data arsip MURI Pemerintah Kabupaten Tulungagung pernah mendapatkan penghargaan berupa peserta melukis cethe terbanyak dengan 2.710 peserta pada tahun 2006. “Biasanya ya ada kompetisi melukis cethe di warkop gitu, waktu itu aku pernah sempat nonton sama temen, tapi gak ikutan lomba,” ujar Nasrullah selaku warga Kecamatan Kedungwaru saat diwawancarai tim kanekabe (21/6/23). Kompetisi nyethe yang diadakan setiap tahun menjadi identitas tersendiri bagi warga Tulungagung, karena hal ini menjadi ruang tersendiri untuk mempertahankan kebudayaan yang telah ada sejak sekian lama. Hingga saat ini nyethe masih jadi kegiatan eksis dan favorit di kalangan orang tua maupun remaja. Kalau temankane lihat nih, sekilas rasanya kegiatan nyethe ini cukup mudah untuk dilakukan, nyatanya tak semudah itu loh, karena butuh kesabaran, serta kelihaian dalam bidang menggambar. Tak bisa dipungkiri nyethe memang jadi daya tarik tersendiri bagi Kota Tulungagung, karena kegiatan ini cukup menarik bagi warga dari luar kota. Sejauh ini, kegiatan nyethe hanya dapat kita temui di Tulungagung nih temankane.

Nah kalau temankane sendiri nih, udah pernah mencoba kegiatan ini belum?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *