kanekabe.com

Defisit Populasi Sapi Menjadi Persoalan Kemandirian Pangan Indonesia

Defisit Populasi Sapi Menjadi Persoalan Kemandirian Pangan Indonesia

Daging Sapi Segar yang Sudah Dipotong. (Gambar: cnnindonesia.com)

Kanekabe.com – Daging sapi menjadi sumber protein dan beberapa nutrisi yang memberi dampak baik bagi tubuh. Dilansir dari halodoc.com, dalam 100 gramnya daging sapi giling yang dipanggang memiliki kandungan lemak sebanyak 11,8 gram, kalori sebanyak 217, dan protein sebanyak 26 gram. Daging sapi terus menjadi sumber protein hewani yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini tentu berhubungan dengan permintaan kepada peternak sapi, khususnya. Hasil estimasi pemerintah, mengenai populasi sapi potong selama 2022-2026 akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,02%/tahun. Lalu bagaimana kenyataan yang ada di negeri ini mengenai permintaan dan produksi sapi potong yang dihasilkan?


Sebanyak 35%, Indonesia Masih Melakukan Impor Sapi

Menjadi salah satu komoditi peternakan dan menunjang pemenuhan kebutuhan pangan, daging sapi juga sebagai bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat. Saat ini Indonesia masih kekurangan daging sapi hingga 35% atau sebanyak 134,1 ribu ton dari kebutuhan 385 ribu ton. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya tingkat konsumsi daging sapi di Indonesia yang harus terpenuhi. Defisit populasi daging sapi potong ini diperkirakan 10,7& dari populasi ideal sekitar 1,18 juta ekor sapi. Bahkan pada tahun 2022 lalu pemerintah memperkirakan impor daging sapi mencapai 266.065 ton, yang artinya masih membutuhkan pasokan tambahan dari luar negeri.

Neraca pasokan dan kebutuhan daging sapi 2022 yang sudah disusun pemerintah, konsumsi per kapita tahun 2022 mencapai 2,57 per kg per tahun, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 2021 yang mencapai angka 2,46 per/kg per tahun. Hal ini juga dari faktor pertambahan penduduk dari 272,24 juta pada 2021, menjadi 274,85 juta pada 2022 dengan kebutuhan daging sebanyak 669.731 ton menjadi 706.388 ton.

Produksi daging sapi Jawa Timur menurut Badan Pusat Statistik selama tiga tahun terakhir, Jawa Timur pada tahun 2020 memproduksi 91.027,24 ton, di tahun berikutnya yaitu tahun 2021 memproduksi 108.284,07 ton, dan tahun 2022 sebanyak 110.991,18 ton.

Untuk populasi sapi potong untuk waktu beberapa tahun belakang ini meningkat secara pesat. Menurut data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2021, populasi sapi potong di Indonesia mencapai 17,97 juta ekor, meningkat lagi sekitar 2,79% dari populasi tahun 2020 sebanyak 17,48 juta ekor. Serta pada tahun 2022 populasi sapi potong mencapai 18,61 juta ekor atau meningkat 3,52%. Hal ini juga memperbesar perkiraan bahwa tahun 2023 jumlahnya akan terus bertambah.


Upaya Pemerintah dalam Peningkata Populasi Sapi

Menanggapi hal tersebut, peemrintah melakukan upaya salah satunya dengan menjalankan Program Sikomandan dengan kegiatan Optimalisasi Reproduksi. Sistem Optimalisasi Reproduksi dijalankan khususnya di Jawa Timur. Program Sikomandan ini telah dirasakan manfaatnya, seperti pelaksanan inseminasi buatan (IB), pemeriksaan kebuntingan (PKb), serta penanggulangan gangguan reproduksi yang biayanya dibebankan ke pemerintah. Program ini telah dilaksanakan mulai pandemi Covid-19 dan sampai sekarang masih diberlakukan, sangat membantu para peternak serta meningkatkan penghasilan mereka.

Faktor yang memberi pengaruh bagaimana keberhasilan IB seleksi pada sapi jantan yang tepat, selanjutnya kualitas dan jenis sapi betina yang akan dilakukan IB, penampungan semen, bagaimana proses pengangkutan semen, pendataan sapi induk yang sudah di IB, serta melakukan bimbingan penyuluhan kepada peternak sapi potong.

Dalam lima tahun terakhr terdapat 10 provinsi yang memberi kontribusi hingga 78-40% dari total populasi sapi potong di Indonesia. Peringkat atas kontribusi terbanyak ialah Provinsi jawa Timur, berikut presentasi 10 provinsi yang menjadi kontributor terbanyak:

  1. Jawa Timur (27,6%)
  2. Jawa tengah (10,5%)
  3. Sulawesi Selatan (8,0%)
  4. Nusa Tenggara Barat (7,4%)
  5. Nusa Tenggara Timur (6,55)
  6. Sumatera Utara (5,3%)
  7. Lampung (5,0%)
  8. Bali (3,2%)
  9. Aceh (2,4%)
  10. Sumatera Utara (2,4%)
  11. Lainnya (21,6%)

Membandingkan Kualitas Daging Sapi Impor dan Lokal

Permintaan daging sapi Indonesia yang melebihi dari produksinya sendiri, bahkan selama lima tahun dari tahun 2018-2022 konsumsi daging sapi rumah tangga meningkat 0,45% per tahun, bahkan lebih rendah dari kenaikan konsumsi daging sapi total.

Di Indonesia banyak beredar  dua jenis daging sapi,   yaitu impor dan lokal. Biasanya daging sapi lokal dikenal dengan daging segar  dan daging sapi impor dikenal dengan daging beku atau frozen. Dilansir dari sapibagus.com, yuk simak perbedaan dua daging sapi tersebut:

  1. Daging sapi lokal tidak mengandung cairan atau es, karena sapinya baru dipotong sebelum dijualkan, sedangkan daging sapi impor biasanya berbentuk beku dengan es dan biasanya mengandung cairan.
  2. Daging sapi lokal setelah dipotong bentuknya tetap  utuh per bagian serta tidak ada cairan dan tidak menyusut hal ini disebabkan dalam bagian tubuh sapi ini tidak berisi cairan. Sedangkan daging sapi impor atau beku, setelah dipotong maka potongan tersebut tidak utuh dalam kondisi beku, dan menyusut saat dimasak serta sedikit mencair.
  3. Daging sapi lokal tidak mengandung lemak, karena sapi Indonesia kebanyakan memakan serat atau rumput. Sedangkan daging sapi impor, mengandung banyak fat dan memang dibiarkan menempel di dagingnya, dan masih banyak lainnya.

Menurut Siti Komah, seorang jagal dan pedagang daging bahwa kebanyakan pembeli lebih menyenangi daging sapi lokal karena lebih segar dan tidak ada lemak. “Untuk daging sapi frozen biasanya cocok untuk pembeli yang pengen nge giling jadi bakso atau olahan lain,” ungkap Siti Komah saat diwawancarai oleh tim Kanekabe. (09/03/2023)

Gimana temankane sudah bisa membedakan mana daging lokal dan impor, atau pernah membandingkan keduanya? Yuk tulis pendapatmu di kolom komentar di bawah ini!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *